Sabtu, 23 November 2013

Kampanye Ramah Lingkungan


Seorang yang pernah merasakan empuknya kursi kepemimpinan, belum dianggap penguasa jika tak menginginkan kursi itu sekali lagi. Demikian celetuk Dan Brown dalam novelnya, Deception Point. Kekuasaan itu menggiurkan. Sejarah telah membuktikan, dalam evolusi peradaban umat manusia selalu ditengarai dengan perebutan kekuasaan. Intrik politik, konspirasi dan bahkan sampai perang saudara merupakan bumbu yang selalu menyertai pengukuhan kuasa. Semuanya seolah menyiratkan bahwa kekuasaan itu sangat mahal harganya.

Dialog Santun Kunci Demokrasi Sehat


Tatkala sang Surya terbit dengan sinarnya yang merekah disambut kicauan burung yang bernyanyi menyambutnya, secara perlahan menebarkan kehidupan dan nafas baru bagi penduduk bumi. Lalu sedikit demi sedikit beranjak menepi diselimuti malam di ufuk barat. Ketika malam datang, secara pelan-pelan bintang-gemintang muncul perlahan diiringi desis binatang malam yang bersua meriuhkan hening malam, menyambut cahaya rembulan yang begitu anggun. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan pemandangan senandung simfoni kosmos yang begitu indah. Begitu banyak keindahan yang tersebar disekitar kita, yang hadir demi mengasah rasa estetika kita agar dapat mencerna proses harmonis nan ajaib dari alam ini.

Cinta Dalam Sastra Bugis


Ekspresi tentang cinta merupakan lahan yang sangat berharga bagi para sastrawan untuk membingkainya dengan kreativitas bahasa yang indah. Cinta telah menjadi salah satu inspirasi terbesar dalam sejarah kesustraan umat manusia, dan kurang afdal rasanya jika sebuah cerita tak dibumbui dengan kisah cinta yang romantis. Sebutlah misalnya, Romeo dan Juliet di Barat, Layla dan Majnun di Arab, atau Habibi dan Ainun di Indonesia.
Adapun dalam kesustraan Bugis-Makassar, ekspresi tentang cinta berbeda dengan paradigma sastra yang selama ini dikenal. Ungkapan cinta dalam kesustraan Lontar diungkapkan dengan permainan simbol yang cukup kompleks.